CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Wednesday, June 24, 2009

Assalamualaikum wbt,

Salam ceria kepada semua, semoga sihat dan ceria selalu

Ingin saya bercerita tentang Khalifah Ar-Rasyidin (yang diberi petunjuk oleh Allah SWT) yang kedua iaitu Saidina Umar Ibnu Al-Khattab atau betul juga jika dipanggil sebagai Saidina Umar Al-Faruq. Beliau diiktiraf oleh Rasulullah SAW sebagai seorang yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT memiliki ilham yang benar. Nabi pernah bersabda ‘Ikutilah sunnahku, serta sunnah Khalifah-khalifah ar-Rasyidin selepasku’. Tambahan lagi, Nabi SAW pernah juga menyebut bahawa jika ada nabi selepasku maka dia pastilah Saidina Umar ibnu Al-Khattab.

Dalam suatu hadis, Nabi menyebut tentang mimpi beliau berkenaan Saidina Umar dan Saidina Abu Bakar di sebuah telaga di mana Saidina Abu Bakar dapat menimba lebih banyak air daripada telaga tersebut berbanding Saidina Abu Bakar r.a. Ulamak menafsirkan hadis itu merujuk kepada kebolehan beliau dalam bidang ekonomi yang mana dapat dilihat semasa pemerintahan beliau. Banyak pembaharuan dan pemantapan pengurusan ekonomi serta kebajikan rakyat yang dilaksanakan. Antaranya beliau ialah orang yang pertama memperkenalkan sistem tangga gaji mengikut senioriti dan kelayakan, yang pertama merekodkan data tentera, dan mengarahkan supaya semua tanah yang terbiar diusahakan. Kebajikan rakyat amat sangat diperhatikan oleh beliau di mana ditunjukkan melalui siri turun padang untuk melihat keadaan rakyat secara dekat. Kita semua dah tentu pernah dengar tentang kisah beliau terdengar perbualan di antara seorang anak perempuan dan emaknya berkenaan mencampurkan susu dengan air untuk mendapatkan untung yang lebih. Anaknya tidak bersetuju dengan emaknya yang mengatakan Saidina Umar tak nampak perbuatan mereka itu. Anaknya menjawab bahawa Saidina Umar tak nampak tapi Allah Maha Melihat. Saidina Umar yang kagum dengan ketakwaan,ketulusan dan kejujuran perempuan tersebut lantas berkenan, dan menjadikan perempuan itu sebagai menantu beliau.

Dalam kisah lain, beliau berjumpa dengan seorang yang buta lantas soalan pertama yang ditanyakan ialah macam mana kamu pergi ke masjid untuk bersolat. Seorang buta menjawab bahawa dia hanya solat di rumah memandangkan tiada siapa yang dapat membawanya ke masjid. Saidina Umar tanpa teragak-agak menyediakan orang buta tersebut seorang pegawai yang digaji oleh baitulMal (perbendaharaan ekonomi negara) untuk membawanya ke masjid setiap waktu solat. Seterusnya, seorang yang putus lengannya dalam perang disediakan pembantu oleh Baitulmal untuk membantunya mengambil wuduk setiap kali waktu solat.

Kisah yang jarang didengar oleh kita semua ialah semasa Umar meronda-ronda ke kawasan pemerintahannya lalu terdengar suara budak menangis. Beliau bertanya kepada ibu budak tersebut kenapa demikian keadaannya. Ibu tersebut menjelaskan dia terpaksa berhenti menyusu anaknya lebih awal untuk mendapat bantuan kerajaan (child benefit) kerana Khalifah Umar telah menetapkan bahawa hanya budak yang telah berhenti susuan akan mendapatnya. Beliau dengan sedih dan kesal lalu berkata ” Celakalah Umar! Celakalah Umar!” Selepas itu beliau telah mengubah peraturan itu menjadikan semua bayi layak diberikan child benefit biarpun belum berhenti susuan. Rupa-rupanya ’Child benefit’ telah lama dilaksanakan oleh sebuah kerajaan Islam.

Sikap beliau yang sangat terbuka dalam menerima teguran adalah sangat baik untuk diinsafi, ditekuni dan dihayati oleh semua, baik pemimpin mahupun pengikut di peringkat negara mahupun persatuan kecil. Di awal pelantikannya beliau mencabar sesiapa yang akan menegurnya jika beliau menyimpang, melencong atau meninggalkan ajaran Islam, Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Lalu bangun seorang lelaki, lalu berkata ”Jika kamu membuat kesalahan, nescaya aku akan betulkan kamu dengan pedang ini (sambil mengangkat pedangnya).” Saidina Umar dengan tenang menjawab ” Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah kerana masih ada orang yang berani menegur Umar.” Dalam peristiwa lain berkenaan penetapan mas kahwin, seorang wanita bangun dan menyatakan hujah-hujah bagi menyokong ketidaksetujuannya terhadap Umar. Umar kemudian membalas ”Sesungguhnya wanita itu benar, dan Umar salah” bersetuju dengan pendapat wanita tersebut. Ini adalah satu contoh ketelusan, amanah, dan integriti pemimpin kelas pertama yang kita perlukan pada masa sekarang untuk memimpin umat kembali kepada kegemilangan Islam.

Akhir kalam, Saidina Umar r.a pernah menyebut ”Wahai manusia, perbaiklah harta benda yang telah direzekikan Allah ke atas kamu, sesungguhnya harta sedikit yang diuruskan dengan berhemah (prudentially), lebih baik dari harta yang banyak diurus dengan membabi buta.

Tuesday, June 23, 2009

UNTUK APA KITA DICIPTAKAN DIDUNIA IINI?

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.
Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai bilapun dia akan menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?”
Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.
Saudaraku … Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Saudaraku … Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98)
Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang.
Allah Ta’ala berfirman,
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban) ?” (QS. Al Qiyamah: 36).
Imam Asy Syafi’i mengatakan,
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.
Ulama lainnya mengatakan,
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)
Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribadah pada Allah
Saudaraku,setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikitpun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki.
Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)
Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
Saudaraku … Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu". Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah,yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud.
Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan,
“Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.
***
Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal

Thursday, June 4, 2009

AKAL DAN HATI

Akal dan hati

Diriwayatkan bahawa Amar bin Ka`ab dan Abu Hurairah datang kpd Nabi Muhammad saw Keduanya bertanya,ya ! Rasullullah siapakah orang yang paling Alim,Nabi menjawab ,orang yang berakal,mereka bertanya lagi,Siapakah orang yang paling utama,Nabi menjawab,oang yang berakal,tiap-tiap sesuatu itu mempunyai Alat dan alatnya orang yang beriman adalah akalnya,tiap tiap kaum mempunyai tujuan dan tujuan utama bagi hamba ada pada akalnya